Jumat, 10 September 2010 | | By: pinto

Teknologi modifikasi cuaca bukan pilihan yang layak untuk mereduksi dampak Pemanasan Global


Letusan dahsyat gunung berapi Pinatubo di Philipina pada tahun 1991 silam ternyata menyebabkan penurunan suhu bumi rata-rata hinqqa 1/2 derajat Celcius. Hal ini terjadi berhubung semburan material gas mengandung partikel sulfur yang menyebar naik hingga menyelimuti lapisan stratosfir bumi ternyata bersifat memantulkan sinar matahari hingga berdampak menyebabkan penurunan energi cahaya matahari yang memasuki bumi.
Fenomena demikian sempat mencetuskan sebuah idea pemikiran pragmatis dari para ahli ilmu kebumian berkeahlian bidang rekayasa geo-engineering dalam mengkaji suatu langkah eksperimen menata rekayasa modifikasi cuaca dengan meniru letusan gunung berapi yakni; menebarkan gas sulfur dioksida (SO2) secara intensif dan berskala masif ke angkasa dengan tujuan terbentuknya selubunq lapisan aerosol zat sulfat yang berkarakter layaknya kabut mengambang di lapisan atas atmosfir bumi dengan karakteristik dapat memantulkan sebagian terpaan pancaran sinar matahari hingga kemudian menjadikan berkurangnya energi panas matahari yang mengenai permukaan bumi.
Rancangan langkah kedua yang tidak kalah spektakular dan bakal menakjubkan layaknya film fiksi ilmiah yakni, mengorbitkan gugusan material cermin raksasa yang mengambang di orbit angkasa dan menudungi bumi dengan fungsi untuk memantulkan kembali sinar matahari ke angkasa luar sehingga energi cahaya matahari tidak dapat mencapai bumi. Dalam simulasi kalkulasi ilmuwan berkeahlian palaeoclimatology John Moore yang memimpin riset geo-engineering bersakala Internasional untuk menghadapi Global Warming ; kombinasi kedua langkah di atas dapat mereduksi energi cahaya matahari yang mencapai bumi sekitar 1 s/d 4 watts per meter persegi.

Dari langkah-langkah modifikasi cuaca guna mensiasati pencegahan pemanasan global yakni dapat tercapainya stabilitas batas suhu global planet bumi akibat dampak pemanasan gas rumah kaca (CO2) hingga prakiraan tahun 2070. Apabila langkah rekayasa bersifat intervensi terhadap kondisi iklim bumi alami dilaksankan maka diperkirakan dapat mengurangi ancaman kenaikan permukaan laut menjadi berkurang dari proyeksi naik setinggi -/+ 1 meter dapat dikurangi menjadi 39 cm dalam proyeksi prakiraan periode yang sama.
Upaya memodifikasi cuaca global model man-made “stratospheric geo-engineering” ini pada hakekatnya memang melaksanakan perubahan tingkatan energi di lapisan troposfir bumi. Teknologi yang diterapkan amat mirip dengan pelaksanaan modifikasi cuaca model hujan buatan, yakni dengan menyebarkan muatan zat sulfur yang ditaburkan dari pesawat terbang atau pun muatan zat sulfur dalam roket yang diluncurkan untuk diledakan di angkasa.

Kate Ricke, sebagai ilmuwan berkeahlian bidang Fisika Klimatologi dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh - Pennsylvania, bersama kelompok kolega peneliti dalam paper yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah terkini “Nature Geoscience” mengetengahkan pandangan berlainan bahwa, berdasarkan kajian serangkaian simulasi yang dilaksanakannya, mengingatkan upaya dengan cara modifikasi cuaca geofisika seperti di atas tidak layak untuk dilaksanakan mengingat tidaklah mungkin untuk mengontrol kedua parameter yaitu temperatur dan tingkatan curah hujan dengan penerapan rekayasa “stratospheric geo-engineering”. Lebih lama manusia melaksanakan upaya rekayasa modifikasi cuaca global ini maka akan terjadi dampak buruk yang tak sesuai keinginan : “imperfect”, yang tak dapat diperkirakan kebaikannya di masa depan.
Ricke dkk dalam risetnya menggunakan suatu model kajian iklim global dari Hadley Centre for Climate Prediction and Research, Exeter - Inggris yang singkatannya disebut “HadCM3L”. Dalam pelaksanaan eksperimen ini para Peneliti menyediakan aplikasi layanan web on-line yang dapat dijalankan oleh partisipan pecinta Iptek di berbagai pelosok dunia yang bersedia untuk berpartisipasi dalam riset. Aplikasi ini setelah diaktifkan berjalan otomatis di belakang layar pada komputer partisipan dan bekerja pada saat perangkat komputer pada waktu tidak aktif dipergunakan : idle time dengan mengeluarkan data laporan yang sesuai dengan kebutuhan yang digariskan dalam kajian riset.

Dari upaya rekayasa cuaca global dengan prakiraan dampak seperti di atas menurut Kate Ricke ada yang sungguh perlu diwaspadai bakal terjadinya dampak ikutan seurieus berupa perubahan curah hujan di segenap penjuru dunia; yang intensitas pengurangannya ataupun peningkatannya dapat berbeda-beda antara satu wilayah dengan lainnya. Wilayah India contohnya diperkirakan akan mengalami curah hujan yang bertambah tinggi berhubung terjadinya penurunan suhu serta kelembaban udara yang meningkat. Wilayah China sebaliknya dapat mengalami dampak over-heated untuk kondisi cuaca pada masa yang akan datang.
Ilmuwan ahli cuaca Ken Caldera dari Carnegie Institution for Science; Department of Global Ecology, di kota Stanford, California, menyokong temuan riset Ricke dkk. seraya mengimbuhkan bahwa risetnya di atas walau menghasilkan temuan yang meyakinkan, namun tetap memerlukan riset pembanding lanjutan dengan metode berlainan guna dapat memberikan kesimpulan yang diharapkan beragam pula yang dapat disandingkan untuk saling diperbandingkan; baik dalam hasil kesimpulan maupun berdasar atas keragaman lokasi wilayah riset dilaksanakan.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar